- A. Teori Kinetik Gas Ideal
Dalam hal ini yang disebut gas ideal adalah gas yang memenuhi asumsi-asumsi sebagai berikut :
- Terdiri atas partikel dalam jumlah yang banyak dan tidak ada gaya tarik-menarik antarpatikel
- Setiap partikel gas selalu bergerak dengan arah acak(sembarang)
- Ukuran partikel diabaikan terhadap ukuran wadah
- Setiap tumbukan yang terjadi secara lenting sempurna.
- Partikel-partikel gas terdistribusi merata pada seluruh ruang dalam wadah.
- Gerak partikel gas memenuhi hukum newton tentang gerak.
Berdasarkan eksperimen persamaan keadaan gas yang telah dilakukan dengan mengubah besaran tekanan, volum, dan suhu ternyata ada kesebandingan antara hasil kali tekanan dan volum terhadap suhu yaitu sebagai berikut :
PV ? T
demikian juga dengan massa system gas setelah divariasi dengan tekanan, volum, dan suhu terdapat kesebandingan yaitu sebagai berikut :
untuk membuat persamaan diatas menjadi sempurna maka diperlukan suatu konstanta pembanding yang nilainya sama untuk semua gas. dari hasil eksperimen nilai konstanta pembanding adalah berbeda untuk setiap gas jika kita menggunakan satuan massa tetapi menggunakan mol. 1 mol didefinisikan sebagai jumlah zat yang ada pada 12 gram atom karbon-12 yaitu sebanyak 6,02 x 1023 partikel. bilangan 6,02 x 1023 disebut bilangan avogrado(na)
dengan demikian mol zat dapat dinyatakan dalam jumlah partikel n seperti berikut :
n = atau n = n na
dengan
n = jumlah zat (mol)
n = banyaknya partikel (molekul)
na = bilangan avogrado (6,02 x 1023)
konstanta perbandingan universal, yang berlaku untuk semua gas adalah r (konstanta gas universal) sehingga persamaan keadaan gas ideal dapat ditulis manjadi seperti berikut.
pv=nrt
dengan
p=tekanan gas (atm atau n/m2)
v = volum gas (m3 atau liter)
n = jumlah mol gas (mol)
r = tetapam gas universal (8,31 j/mol k)
t = suhu gas (k)
oleh karena n = maka persamaan keadaan gas ideal dapat dinyatakan dalam jumlah molekul.
pv = rt
pv = nkt
dengan k = = tetapan boltzman (1,38×10-23 j/k)
p = tekanan gas (n/m2)
v = volum gas (m3)
n = jumlah molekul
t = suhu gas (k)
jika ditinjau dari sudut pandang mikroskopik, partikel-partikel zat saling memberikan gaya tarik berasal dari sifat elektris maupun gravitasinya (hukum newton tentang gravitasi). selain gaya tarik antarpartikel juga terdapat gaya tolak antarpartikel yang berasal dari sifat elektris inti atom yang bermuatan positif. massa atom terpusat pada inti atom sehingga juka jarak atom terlalu dekat maka akan terjadi gaya tolak yang cukup besar dari atom-atom tersebut. dengan demikian, terdapat jarak minimum yang harus dipertahankan oleh atom-atom tersebut agar tidak terjadi gaya tolak.
persamaan keadaan gas ideal
persamaan gas ideal adalah suatu persamaan yang menyetakan hubungan antara tekanan, volume, dan suhu suatu gas. berikut persamaan yang ditemukan dalam bentuk hukum fisika.
hukum boyle
hukum boyle yang berbunyi bila massa dan suhu suatu gas dijaga konstan maka volum gas akan berbanding terbalik dengan tekanan mutlak, yang dikemukakan oleh robert boyle (1627-1691).
keterangan =
pernyataan lain dari hukum boyle adalah bahwa hasil kali antara tekanan dan volum akan bernilai konstan selama massa dan suhu gas dijaga konstan. secara matematis dapat di tulis
pv=c
keterangan =
p = tekanan gas (n/ m2 atau pa)
v = volum gas (m3)
c = tetapan berdimensi usaha
contoh soal
dalam suatu wadah terdapat 4 liter gas dengan tekanan 4 atm dan suhu 470c. kemudian tekanan gas menjadi1/4dari tekanan semula dan suhu gas dijaga konstan. berapakah volum gas sekarang?
pembahasan :
p1 = 4 atm dari hukum boyle, pada suhu tetap hubungan yang
p2 = ¼ p1 = 1 atm berlaku adalah : p1.v1 = p2.v2
t = 470c v2 = =
v1 = 4l = 16 liter
v2 =….? jadi, volum gas sekarang adalah 16 liter.
hukum charles
hukum charles berbunyi volum gas berbanding lurus dengan suhu mutlak, selama massa dan tekanan gas dijaga konstan, dikemukakan oleh jacques charles tahun 1787. dengan demikian volum dan suhu suatu gas pada tekanan konstan adalah berbanding lurus dan secara matematis kesebandingan tersebut dapat dituliskan sebagai berikut.
v = kt, dengan k adalah konstanta
kemudian untuk gas dalam suatu wadah yang mengalami perubahan volum dan suhu dari keadaan 1 ke keadaan 2 saat tekanan dan massa dijaga konstan, dapat dirumuskan berikut :
=
dengan v1 = volum gas mula-mula (m3)
v2 = volum gas akhir (m3)
t1 = suhu gas mula-mula (k)
t2 = suhu gas akhir (k)
contoh soal
gas dalam ruang tertutup memiliki volum 1 liter pada tekanan 10 atm dan suhu 470c. gas dipanaskan pada tekanan tetap sehingga suhunya menjadi 770c. berapakah volum gas sekarang?
pembahasan
p = 10 atm pada tekanan tetap berlaku hubungan seperti berikut.
v1 = 1l =
t1 = 470c = 320 k = è v2 = = 1,094 liter
t2 = 770c = 350 k jadi, volum gas sekarang adalah 1,094 liter
hukum gay lussac
pada volume konstan, tekanan gas berbanding lurus dengan suhu mutlak gas. hubungan ini dikenal dengan julukan hukum gay-lussac, dinyatakan oleh joseph gey lussac (1778-1850). secara matematis ditulis sebagai berikut :
atau p = c.t
= c ===> v = tetap
untuk gas dalam suatu wadah yang mengalami pemanasan dengan volum dijaga tetap, pada proses 1 dan 2 hukum gey lussac dapat ditulis seperti berikut :
= ===> v = tetap
dengan p1 = tekanan mula-mula (atm)
p2 = tekanan akhir (atm)
t1 = suhu mutlak mula-mula (k)
t2 = suhu akhir (k)
contoh soal
gas dalam ruang tertutup memiliki volum 2,5 liter, tekanan 2 atm, dan suhu 270c. berapakah tekanan gas tersebut jika suhu dinaikan menjadi 670c pada volum tetap?
pembahasan :
v = 2,5 l pada volum tetap berlaku hukum gey lussac,
p1 = 2 atm = ==> p2 = p1 ==> p2 = x 2
t1 = 270c = 300k p2 = 2.27 atm
t2 = 670c = 340k jadi, tekanan gas pada suhu 670c adalah 2,27 atm
hukum boyle-gay lussac
suatu rumus turunan dari perkembangan dari hukum boyle dan gay lussac yaitu persamaan keadaan gas yang lebih umum yang menghubungkan besaran tekanan, volum, dan suhu dalam berbagai keadaaa, sehingga memperoleh persamaan berikut :
= c apabila dalam dua keadaan maka dapat ditulis dengan =
keterangan
p1 = tekanan gas mula-mula (n/m2)
v1 = volum gas mula-mula (m3)
t1 = suhu mutlak gas mula-mula (k)
p2 = tekanan gas akhir (n/m2)
v2 = volum gas akhir (m3)
t2 = suhu mutlak gas akhir (k)
contoh soal
massa jenis suatu gas pada suhu t dan tekanan p adalah p. jika tekanan gas tersebut dijadikan 2p dan suhunya diturunkan menjadi 0,5 t. tentukanlah massa jenis akhir?
pembahasan :
p1 = p
p2 = 2p
t1 = t
t2 = 0,5t
v1 =
v2 =
teori termodinamika
pada termodinamika terdapat empat proses yaitu isobarik, isothermal, iskhorik, adiabatik. proses-proses tersebut digunakan di dalam hukum i termodinamika.
proses isobarik (tekanan selalu konstan)
dalam proses isobarik, tekanan sistem dijaga agar selalu konstan. karena yang konstan adalah tekanan, maka perubahan energi dalam (delta u), kalor (q) dan kerja (w) pada proses isobarik tidak ada yang bernilai nol. dengan demikian, persamaan hukum pertama termodinamika tetap utuh seperti semula :
perubahan tekanan dan volume gas pada proses isobarik digambarkan melalui grafik di bawah :
mula-mula volume sistem = v1 (volume kecil). karena tekanan dijaga agar selalu konstan maka setelah kalor ditambahkan pada sistem, sistem memuai dan melakukan kerja terhadap lingkungan. setelah melakukan kerja terhadap lingkungan, volume sistem berubah menjadi v2 (volume sistem bertambah). besarnya kerja (w) yang dilakukan sistem = luasan yang diarsir.
proses isotermal (suhu selalu konstan)
dalam proses isotermal, suhu sistem dijaga agar selalu konstan, suhu gas ideal berbanding lurus dengan energi dalam gas ideal (u = 3/2 nrt). karena t tidak berubah maka u juga tidak berubah. dengan demikian, jika diterapkan pada proses isotermal, persamaan hukum pertama termodinamika akan berubah bentuk seperti ini :
dari hasil ini, kita bisa menyimpulkan bahwa pada proses isotermal (suhu konstan), kalor (q) yang ditambahkan pada sistem digunakan sistem untuk melakukan kerja (w).
perubahan tekanan dan volume sistem pada proses isotermal digambarkan melalui grafik di bawah :
mula-mula volume sistem = v1 (volume kecil) dan tekanan sistem = p1 (tekanan besar). agar suhu sistem selalu konstan maka setelah kalor ditambahkan pada sistem, sistem memuai dan melakukan kerja terhadap lingkungan. setelah sistem melakukan kerja terhadap lingkungan, volume sistem berubah menjadi v2 (volume sistem bertambah) dan tekanan sistem berubah menjadi p2 (tekanan sistem berkurang). bentuk grafik melengkung karena tekanan sistem tidak berubah secara teratur selama proses. besarnya kerja yang dilakukan sistem = luasan yang diarsir.
proses isokorik (volume selalu konstan)
dalam proses isokorik, volume sistem dijaga agar selalu konstan. maka sistem tidak bisa melakukan kerja pada lingkungan. demikian juga sebaliknya, lingkungan tidak bisa melakukan kerja pada sistem.
jika diterapkan pada proses isokorik, persamaan hukum pertama termodinamika akan berubah bentuk seperti ini :
dari hasil ini, kita bisa menyimpulkan bahwa pada proses isokorik (volume konstan), kalor (q) yang ditambahkan pada sistem digunakan untuk menaikkan energi dalam sistem.
perubahan tekanan dan volume sistem pada proses isokorik digambarkan melalui grafik di bawah :
mula-mula tekanan sistem = p1 (tekanan kecil). adanya tambahan kalor pada sistem menyebabkan energi dalam sistem bertambah. karena energi dalam sistem bertambah maka suhu sistem (gas ideal) meningkat (u= 3/2 nrt). suhu berbanding lurus dengan tekanan. karenanya, jika suhu sistem meningkat, maka tekanan sistem bertambah (p2). karena volume sistem selalu konstan maka tidak ada kerja yang dilakukan (tidak ada luasan yang diarsir).
proses adiabatik
dalam proses adiabatik, tidak ada kalor yang ditambahkan pada sistem atau meninggalkan sistem (q = 0). proses adiabatik bisa terjadi pada sistem tertutup yang terisolasi dengan baik. untuk sistem tertutup yang terisolasi dengan baik, biasanya tidak ada kalor yang dengan seenaknya mengalir ke dalam sistem atau meninggalkan sistem. proses adiabatik juga bisa terjadi pada sistem tertutup yang tidak terisolasi. untuk kasus ini, proses harus dilakukan dengan sangat cepat sehingga kalor tidak sempat mengalir menuju sistem atau meninggalkan sistem.
jika diterapkan pada proses adiabatik, persamaan hukum pertama termodinamika akan berubah bentuk seperti ini :
apabila sistem ditekan dengan cepat (kerja dilakukan terhadap sistem), maka kerja bernilai negatif. karena w negatif, maka u bernilai positif (energi dalam sistem bertambah). sebaliknya jika sistem berekspansi atau memuai dengan cepat (sistem melakukan kerja), maka w bernilai positif. karena w positif, maka u bernilai negatif (energi dalam sistem berkurang).
energi dalam sistem (gas ideal) berbanding lurus dengan suhu (u = 3/2 nrt), karenanya jika energi dalam sistem bertambah maka sistem juga bertambah. sebaliknya, jika energi dalam sistem berkurang maka suhu sistem berkurang.
perubahan tekanan dan volume sistem pada proses adiabatik digambarkan melalui grafik di bawah :
kurva adiabatik pada grafik ini (kurva 1-2) lebih curam daripada kurva isotermal (kurva 1-3). perbedaan kecuraman ini menunjukkan bahwa untuk kenaikan volume yang sama, tekanan sistem berkurang lebih banyak pada proses adiabatik dibandingkan dengan proses isotermal. tekanan sistem berkurang lebih banyak pada proses adiabatik karena ketika terjadi pemuaian adiabatik, suhu sistem juga berkurang. suhu berbanding lurus dengan tekanan, karenanya apabila suhu sistem berkurang, maka tekanan sistem juga berkurang. sebaliknya pada proses isotermal, suhu sistem selalu konstan. dengan demikian pada proses isotermal suhu tidak ikut mempengaruhi penurunan tekanan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar